Beranda | Artikel
Belajar Bahasa Arab [12]
Rabu, 12 Oktober 2016

Program Belajar Kaidah Bahasa Arab 1 Bulan

Bismillah. Alhamdulillah pada kesempatan ini kita bisa berjumpa kembali dalam pelajaran jarak jauh dengan membahas ilmu kaidah bahasa arab. Pada bagian sebelumnya sudah kita bicarakan seputar kelompok isim yang harus dibaca manshub.

Diantaranya adalah apabila ia menempati kedudukan sebagai maf’ul bih atau objek. Selain itu isim juga dibaca manshub apabila menempati jabatan sebagai isim inna atau khobar kaana. Ini adalah beberapa contoh kelompok manshubaatul asmaa’; yaitu isim-isim yang harus dibaca manshub.

Berikutnya akan kita lanjutkan pada pembahasan isim manshub yang lain yaitu maf’ul li ajlih. Maf’ul li ajlih atau disebut juga dengan istilah ma’luh lahu adalah isim yang manshub karena menerangkan sebab terjadinya perbuatan. Misalnya dalam kalimat yang berbunyi ذهب زيد خوفاً من الأسد ‘dzahaba zaidun khaufan minal asad’ artinya ‘zaid pergi karena takut pada singa’. Kata ‘khaufan’ -artinya ‘takut’- dibaca manshub (akhirannya fat-hah) karena sebagai maf’ul li ajlih/keterangan sebab.

Berikutnya contoh isim manshub yang lain adalah maf’ul ma’ah atau keterangan kesertaan. Isim manshub yang satu ini dibaca manshub karena ia menjelaskan sesuatu yang menyertai. Misalnya dalam kalimat yang berbunyi سار زيد والنهر ‘saara zaidun wan nahra’ artinya ‘zaid berjalan menyelusuri sungai’. Kata ‘an-nahra’ di sini dibaca manshub (akhirannya fat-hah) sebagai maf’ul ma’ah.

Kemudian ada lagi contoh isim manshub yang lain yaitu maf’ul fih atau dharaf. Maf’ul fih atau dharaf adalah keterangan waktu atau tempat terjadinya suatu perbuatan. Keterangan waktu disebut juga dengan dharaf zaman, sedangkan keterangan tempat disebut dengan istilah dharaf makan. Misalnya dalam kalimat ذهب زيد يوم الأحد ‘dzahaba zaidun yaumal ahad’ artinya ‘zaid pergi pada hari ahad’. Perhatikan kata ‘yauma’ ia dibaca manshub -akhirannya fathah- mengapa? Karena ia menempati kedudukan sebagai maf’ul fih yaitu keterangan. Oleh sebab itu tidak boleh dibaca ‘yaumu’ atau ‘yaumi’ karena kata ‘yaum’ di situ berfungsi sebagai maf’ul fih.

Namun, perlu diketahui juga bahwa tidak selamanya kata ‘yaum’ menempati jabatan sebagai maf’ul fih. Sebab ia juga bisa berfungsi sebagai jabatan kata yang lainnya. Misalnya dalam kalimat جاء يوم الخميس ‘jaa’a yaumul khamiis’ artinya ‘telah datang hari kamis‘. Di dalam kalimat ini kata ‘yaum’ dibaca marfu’ dengan tanda dhommah ‘yaumu’ mengapa? Karena ia menempati posisi sebagai fa’il atau pelaku dari kata jaa’a (telah datang). Dan sebagaimana sudah kita pelajari bahwa fa’il harus marfu’.

Nah, dharaf semacam ini yang bisa berperan sebagai keterangan (maf’ul fih) dan juga bisa berperan sebagai yang lain (misalnya sebagai fa’il atau yang lain) maka dharaf semacam ini disebut dengan istilah dharaf mutasharrif. Adapun dharaf yang hanya bisa digunakan sebagai maf’ul fih disebut dengan istilah ghairu mutasharrif. Misalnya kata ‘qabla’ artinya ‘sebelum’ ia hanya bisa menempati posisi sebagai maf’ul fih. Oleh sebab itu ia disebut sebagai dharaf ghairu mutasharrif.

Dari pembahasan di atas kita bisa menyimpulkan bahwasanya ada banyak contoh kelompok isim yang harus dibaca manshub. Diantaranya adalah apabila ia menempati posisi sebagai maf’ul li ajlih, maf’ul ma’ah, maf’ul fih, dan juga maf’ul bih serta isim inna dan khabar kaana sebagaimana sudah dijelaskan pada materi sebelumnya.

Demikian sedikit materi yang bisa kami sajikan kepada segenap kaum muslimin pada kesempatan ini, mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi kita dalam menimba ilmu agama Islam ini dari sumbernya yaitu al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/belajar-bahasa-arab-12/